Jakarta, 30 Juli 2025 – Lupus atau secara medis dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE), merupakan salah satu penyakit autoimun yang paling umum ditemukan di Indonesia. Dalam kondisi ini, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi dari infeksi, justru menyerang jaringan dan organ tubuh yang sehat. Serangan ini bisa terjadi di berbagai bagian tubuh, termasuk kulit, sendi, ginjal, paru-paru, darah, bahkan otak. Karena gejalanya sangat beragam dan sering menyerupai penyakit lain, lupus kerap dijuluki sebagai “penyakit seribu wajah.”
Hingga kini, penyebab lupus belum diketahui secara pasti. Namun, para ahli meyakini bahwa lupus dipicu oleh kombinasi faktor genetik, hormonal, dan lingkungan. Perempuan lebih rentan terhadap lupus karena hormon estrogen diyakini memengaruhi respons autoimun. Selain itu, paparan sinar matahari, infeksi virus tertentu, stres berat, serta konsumsi obat tertentu juga dapat menjadi pemicu munculnya gejala.
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 0,5% dari populasi menderita lupus, dan sebagian besar penderitanya adalah perempuan berusia produktif (antara 15 hingga 45 tahun). Sayangnya, banyak kasus lupus tidak terdiagnosis atau diketahui terlambat karena gejalanya mirip dengan penyakit lain. Banyak penderita mengira mereka hanya mengalami kelelahan biasa, infeksi ringan, atau stres. Padahal, tubuh mereka sedang mengalami proses peradangan serius akibat reaksi sistem imun yang tidak normal. Di sinilah pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap lupus.
Gejala lupus sangat bervariasi antar individu. Beberapa penderita merasakan nyeri sendi yang berkepanjangan, kelelahan ekstrem yang tidak membaik meski sudah cukup tidur, ruam di wajah menyerupai kupu-kupu, sariawan berulang, rambut rontok berlebihan, hingga gangguan ginjal yang ditandai dengan urin berbusa. Yang membuatnya semakin menantang untuk dikenali adalah gejalanya yang datang dan pergi dalam pola yang disebut flare dan remisi. Saat flare, gejala muncul secara tiba-tiba dan bisa sangat melemahkan. Saat remisi, gejala dapat menghilang seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Siklus inilah yang sering membuat penderita merasa tidak dimengerti oleh orang di sekitarnya.
Karena gejalanya kerap menipu, diagnosis dini menjadi sangat penting. Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala aneh yang tidak kunjung sembuh, terutama jika melibatkan berbagai bagian tubuh, segera konsultasikan ke dokter. Pemeriksaan darah di laboratorium menjadi langkah awal yang penting untuk membantu dokter menegakkan diagnosis atau merencanakan pemeriksaan lanjutan. Perlu diingat, diagnosis lupus tidak ditentukan dari satu tes saja, melainkan kombinasi antara gejala klinis, riwayat medis, dan hasil pemeriksaan penunjang.
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lupus sangatlah penting agar para penderita mendapatkan perhatian dan dukungan yang layak. Pemeriksaan rutin, manajemen stres, gaya hidup sehat, dan dukungan emosional merupakan kunci untuk menjaga kualitas hidup para pejuang lupus. Di Indonesia, beberapa komunitas dan yayasan seperti Yayasan Lupus Indonesia telah aktif memberikan edukasi serta pendampingan bagi pasien dan keluarga. Mereka menyediakan ruang aman untuk berbagi pengalaman, mendapatkan informasi, dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi lupus.
Meskipun hingga kini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan lupus secara total, harapan tetap ada. Dengan edukasi yang tepat, deteksi dini, dan dukungan dari lingkungan sekitar, penderita lupus tetap bisa menjalani hidup yang berkualitas dan penuh makna